Hallo teman teman, memang benar yah di tengah pandemi ini,
kita semua wajib menjaga kesehatan dan kebersihan, agar selalu sehat dan
terhindar dari berbagai macam penyakit, terlebih lagi ada kekhawatiran
tersendiri bila keluar rumah kecuali ada keperluan yang mendesak, kadang kala
ke rumah sakit untuk memeriksakan kesehatan pun sangat khawatir.
Bagamana dengan para dokter atau tenaga kesehatan yang
bertugas melayani pasien di rumah sakit ? , apakah mereka juga takut juga ? dan
bagaimana kalau mereka semakin banyak yang tidak bisa praktek atau jatuh sakit
bahkan meninggal dunia? sungguh mulia pekerjaan mereka sebagai garda terdepan.
Hari ini mama Ani bersyukur sekali bisa join di Live Youtube
nya Berita KBR dengan tema yang sangat menarik dan juga narasumber yang ahli di
bidangnya, dipandu oleh Bang Rizal Wijaya, yang membuat suasana live semakin
enak untuk diikuti.
Mengangkat tema Lika Liku Peran Dokter di Tengah Pandemi di
Talkshow Ruang Public KBR di pagi hari ini, tema ini sekaligus untuk merayakan
hari Dokter Nasional yang diperingati tgl 24 Oktober lalu yang mana peran
dokter sangat penting dan sedihnya ternyata rasio jumlah dokter di Indonesia
sangat rendah yakni 0,4/1000 penduduk ( 4 dokter untuk melayani 10.000 penduduk
).
Semakin sedih karena di saat pandemik 2.000 dokter
berguguran yang membawa dampaknya layanan kesehatan semakin tidak optimal,
termasuk pasien kusta yang mana mereka putus obat dan tidak mendapat layanan,
sehingga penemuan kasus baru menurun dikarenakan keterbatasan yang ada dan
tingkat keparahan dan kecatatan semakin meningkat.
Bagaimana peran dokter dalam menangani ini semua khususnya
mengenai penanganan penyakit kusta? sudah hadir juga dr. Udeng Daman, selaku Techinical
Advisor NLR Indonesia yang mengatakan bahwa : ada 110 kabupaten/ kota yg tersebar di 21 propinsi belum tereliminasi (data
kemenkes), dengan berbagai faktor pengaruhnya seperti : lingkungan, kebersihan,
sanitasi, ekonomi, sosial, kesehatan , kepadatan penduduk untuk kasus
penambahan kusta ini.
Selain dr Udeng Daman turut hadir juga dr Ardiansyah Bahar beliau
pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI), yang mengatakan bahwa rekomendasi WHO 1
dokter per 1.000 penduduk, di Indonesia masih di bawah 1 rasionya, dimana
tingkat layanan primer seperti puskesmas/klinik yg diisi dr umum (+- 150.000
dokter), tingkat layanan sekunder diisi dr spesialis (240.000 dokter),
dibandingkan penduduk +- 270 juta, diharapkan 5 atau 6 tahun ke depan bisa
terpenuhi.
Untuk layanan penyakit kusta di daerah terpencil harus tetap
dijangkau, termasuk rujukannya atau aksesnya, pengobatannya selama 1 bulan,
atau bahkan ada yang 6-12 bulan, agar bisa tertangani dengan baik, perlu
peningkatan kapasitas, untuk pelacakannya banyak yang langsung datang ke
puskesmas, dan harus ditelusuri kontak dengan keluarga, tetangga atau ada
riwayat di daerah tersebut pernah ada yag terkena kusta, harus ada catatannya.
Kalau menurut dr Ardiansyah Bahar, fakta di lapangan nya
kuantitas belum terpenuhi dan juga distribusi dokter di daerah terpencil, perlu
sekali peran pemerintah bersama IDI, termasuk jaminan kesehatan, keamanan bagi para tenaga kesehatan di daerah
terpencil.
Manusiawi juga kalau para dokter khawatir terpapar saat
menjalankan tugasnya, tetapi tetap harus dijalankan karena kewajibam
konsekuensi untuk bisa menolong pasien, oleh karena itu penting sekali protokol
kesehatan yang ketat, motivasi juga diberikan dan sumpah dokter untuk membantu
melayani pasien disamping mereka juga tetap harus melindungi keluarga, jadi ini
adalah motivasi menolong sesama dan semoga pandemi segera berakhir, amin.
Untuk layanan kusta di semua faskes harus bisa melayani,
dengan adanya rujukan , atau dikunjungi semua ada sistemnya termasuk obatnya,
untuk telemedicine sangat membantu sekali, tetapi harus diperiksa dengan detail
untuk diagnosa pengobatannya.
Proses penangannya juga masih banyak kendala, di mana kusta
adalah penyakit menular dengan stigma yg cukup tinggi sehingga banyak pasien
menyembunyikan penyakitnya, karena takut dianggap aib dan dikucilkan di
masyarakat maupun di keluarga, sehingga bisa terlambat penanganan yang bisa berakibat pada kecacatan, bagi para
dokter juga akan terus dilakukan pelatihan ujar dr Ardiansyah menjawab
pertanyaan yg ada di kolom chat Youtube.
Dampak layanan
kesehatan penderita kusta pada saat pandemi cukup berpengaruh, terutama saat
deteksi dini, oleh karena itu perlu dicarikan solusi nya bisa melalui whatsup atau door to door, agar penanganan tetap berjalan dan tidak terlambat.
Topiknya sangat menarik sekali, tidak terasa live hampir
berakhir, dan untuk penguatan bagi para medis, dr Udeng Daman mengatakan
bahwa di daearah endemis tinggi harus
ada dokter, bagi yang sudah ada kapasitas harus ditingkatkan termasuk penyakit
kusta, secara keseluruhan materi kusta
di bagian kulit lebih intens, ada sesi khusus di lapangan cara periksa dan
penanganan, mengikuti pelatihan formal yang harus dianggarkan biaya nya dan
informal, ikut aktif workshop, on job training, sehingga bisa lebih
meningkatakan ketrampilannya khususnya di daerah endemis, bagi yang dr. senior
bisa sharing pengalamannya.
Dr.
Ardianyah Bahar juga menambahkan bahwa di IDI ada usaha usaha/ program program,
- IDI bertugas/berusaha untuk memelihara dan membina sumpah dr dan kode etik kedokteran
- Ikut serta meningkatkan mutu Pendidikan, termasuk dalam profesinya
- Melakukan kemitraan dengan pemerintah, dengan kebijakan kebijakan kesehatan, sebagai organisasi profesi menjadi mitra utama dalam kementrian kesehatan,
- Kemitaraan dengan pihak pihak luar, seperti dgn radio, aktif di profesi kemitraan
- Edukasi kepada masyarakat
Semoga
eliminsi kusta di 2024 harus optimis kusta bisa teratasi dengan meningkatkan
sinergi, jejaring dan semua pihak bisa bekerja sama.
Indonesia pasti bisa bebas kusta